Minggu, 28 Juni 2020


DAUN PEPAYA SEBAGAI OBAT MALARIA

PENDAHULUAN

            Tanaman obat sudah sejak zaman dahulu dipergunakan untuk meningkatkan kesehatan, memulihkan kesehatan, pencegahan penyakit dan penyembuhan untuk masyarakat Indonesia. Penggunaan obat tradisional menjadi pilihan utama karena efek samping obat tradisional yang relatif kecil jika digunakan secara tepat dan tanpa penyalah gunaan. Senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman obat tidak dapat dijamin kestabilannya. Untuk itu perlu dilakukan standarisasi terkait efek farmakologi, toksisitas, farmakokinetik zat berkhasiat, penetapan mutu dan keamanan bahan baku ekstrak yang di gunakan di dalam penunjang kesehatan (Saifudin dkk., 2011).
            Dalam pengobatan tradisional, bagian-bagian tanaman papaya banyak yang digunakan. Pada masa pendudukan Jepang dulu, ketika obat sukar diperoleh, penderita penyakit malaria selalu diobati dengan minuman perasan daun papaya. Rasanya memang pahit, tetapi demamnya jadi sembuh. Rasa pahit ini disebabkan oleh kandungan alkaloid carpain (C14H25NO2) yang banyak terdapat pada daun muda. Alkaloid ini dapat menurunkan tekanan darah dan membunuh amuba.
            Obat herbal terstandar merupakan obat bahan alam yang telah distandarisasi dan terbukti khasiatnya melalui uji pra klinik. Daun pepaya merupakan salah satu tanaman yang belum menjadi obat herbal terstandar, maka daun pepaya perlu ditetapkan standar mutu dan keamanannya.
            Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman daerah tropis. Bagian tanaman ini yang sering digunakan sebagai obat tradisional adalah daunnya. Daun pepaya terbukti mengandung flavonoid, alkaloid, triterpenoid, steroid, saponin dan tannin (A’yun dan Ainun, 2015).




PEMBAHASAN
Daun Pepaya (Carica papaya Linn)
            Klasifikasi Kedudukan pepaya dalam sistematik (taksonomi) tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Cistales
Familia : Caricaceae
Genus : Carica
Spesies : Carica papaya L. (Steenis, 2002)
            Pepaya disebut juga gedang (sunda), kates (Jawa), peute, betik, ralempaya, punti kayu (sumatra), pisang malaka, bandas, manjan (kalimantan) ,kalujawa (kalimantan) serta kapalaya kaliki dan uti jawa (Sulawesi). Selain nama daerah pepaya juga mempunyai nama asing yaitu : papaw tree, papaya, papayer, melonenbaum, fan mu gua.
            Pohon biasanya tidak bercabang, batang bulat berongga, tidak berkayu, terdapat benjolan bekas tangkai daun yang sudah rontok. Daun terkumpul di ujung batang, berbagi menjari. Buah berbentuk  bulat hingga memanjang tergantung jenisnya, buah muda berwarna hijau dan buah tua kekuningan atau jingga, berongga besar di tengahnya; tangkai buah pendek. Biji berwarna hitam dan diselimuti lapisan tipis.
            Tanaman pepaya merupakan tanaman semak berbentuk pohon dengan batang lurus, bulat silindris, di bagian atas bercabang atau terkadang tidak, sebelah dalam batang berupa spons dan berongga, di luar batang terdapat tanda bekas daun yang banyak, tinggi 2,5-10 meter.
            Daun berjejal pada ujung batang dan ujung cabang, tangkai daun bulat telur, bertulang dan jemari, berdaun menjari, ujung runcing dan pangkal berbentuk jantung, garis tengah 25-75 cm, taju selalu berlekuk menyirip tidak beraturan.
            Bunga hampir selalu berkelamin satu dan berumah dua, tetapi terkadang terdapat bunga berkelamin dua pada karangan bunga yang jantan. Bunga jantan pada tandan yang serupa malai dan bertangkai panjang, berkelopak sangat kecil,mahkota berbentuk terompet, putih kekuningan, dengan tepi yang bertaju 5 dan tabung yang panjang, langsing, taju terputar dalam kuncup, kepala sari bertangkai pendek dan dengan posisi duduk. Bunga betina kebanyakan berdiri sendiri, daun mahkota lepas atau hampir lepas, berwarna putih kekuningan, bakal buah beruang satu, kepala putik 5, posisi duduk. Buah bulat telur memanjang atau lonjong, berdaging dan berisi cairan, bii banyak, dibungkus oleh selaput yang berisi cairan, di dalamnya berduri tempel (Steenis, 2002).
            Pada umumnya semua bagian dari tanaman pepaya (Carica papaya L.) dapat dimanfaatkan. Daun pepaya mengandung senyawa seperti flavonoid, alkaloid, saponin dan tannin (Mahatriny dkk., 2014).
            Daun pepaya mengandung enzim papain, alkaloid karpain, pseudo karpain, glikosida, karposid, dan saponin. Buah mengandung beta karoten, pektin, 5 d-galaktosa, I-arabinosa, papain, kemopapain, lisosim, lipase, glutamine, siklotransferase.
            Daun, akar, dan kulit batang Carica papaya mengandung alkaloid, saponin dan flavonoid, disamping itu daun dan akar juga mengandung polifenol dan bijinya mengandung saponin. Polifenol dan flavonoid merupakan golongan fenol yang telah diketahui memiliki aktivitas antiseptik. Senyawa flavonoid menurut strukturnya merupakan turunan senyawa flavon golongan flavonoid dapat digambarkan sebagai deretan C6 – C3 – C6 (cincin benzene tersubstitusi) disambung oleh rantai alifatik  3 karbon, senyawa ini merupakan senyawa flavonoid larut dalam air serta dapat diekskresikan menggunakan etanol 70%.
            Daun pepaya berguna untuk obat panas yang memiliki khasiat menurunkan panas, obat malaria, menambah nafsu makan, meluruhkan haid dan menghilangkan sakit. Juga berguna untuk penyembuhan luka bakar. Selain itu dapat juga sebagai obat cacing kremi, desentri amoba, kaki gajah (elephantois), kejengkolan, perut mulas, kanker dan masuk angin.
            Daun pepaya merupakan salah satu tumbuhan yang sering digunakan untuk pengobatan bagi masyarakat. Daun pepaya telah lama dipergunakan oleh kelompok masyarakat untuk pengobatan, sepertiobat sakit malaria, penambah nafsu makan, obat cacing, obat batu ginjal, meluruhkan haid dan menghilangkan rasa sakit atau analgesik (Dalimarta dan Hembing, 1994).
            Alkaloid karpain merupakan senyawa alkaloid khas yang dihasilkan oleh tanaman pepaya. Alkaloid karpain bersifat toksik terhadap mikroba, sehingga efektif membunuh bakteri dan virus, bersifat detoksifikasi yang mampu menetralisir racun dalam tubuh, serta mampu meningkatkan daya tahan tubuh (Haryani dkk., 2012).
Cara penggunaan daun papaya sebagai obat malaria :
• Ambil daun pepaya sebanyak 2 lembar, kemudian dicuci bersih dengan air (dingin normal, jangan gunakan air panas karena akan mengurangi khasiatnya).
• Daun pepaya yang masih mentah dan segar ditumbuk sampai halus (daun pepaya jangan direbus atau disiram air panas agar kandungan khasiat alaminya tetap terjaga).
• Bumbuk halus daun pepaya, diperas sambil disaring (2 daun pepaya menghasilkan kira-kira 2 sendok teh).
• Air hasil saringan tumbukan daun pepaya ini diminumkan kepada pasien setiap hari (sampai kondisinya benar-benar pulih).
• Cukup hanya dengan 2 (dua) lembar daun pepaya untuk setiap harinya atau dua sendok teh tiap hari.




PENUTUP

Kesimplan
            Dalam daun papaya terkandung zat berkhasiat yang dapat digunakan sebagai obat malaria yaitu alkaloid carpain (C14H25NO2). Penggunaan daun papaya sebagai obat malaria lebih murah dan lebih aman karena tidak menimbulkan efek samping. Pengolahan daun papaya menjadi obat malaria tidak membutuhkan proses yang rumit karena cukup direbus dan diambil air rebusan lalu diminum.
Saran
            Sebaiknya ekstrak dari daun papaya yang berfungsi sebagai obat malaria diolah secara teknologi sehingga memudahkan dalam penggunaanya. Sebaiknya manfaat dari daun papaya lebih disosialisasikian kepada masyarakat agar jumlah penderita malaria dapat ditekan atau dikurangi.




DAFTAR PUSTAKA

A’yun, Q., Ainun N., L., 2015, Analisis Fitokimia Daun Pepaya (Carica papaya L.) Di Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi, Kendalpayak, Malang, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, 137.
Dalimarta, S. dan Hembing, W., 1994, Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia, jilid ke-3, Pustaka Kartini, Jakarta.
Haryani, F. L., Maulina, dan Haqoiroh. 2012. Mengenal lebih dekat alat pengering Freeze Dryer. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Mahatriny, N. N., Payani, N. P. S., Oka, I. B. M., & Astuti, K. W., 2014, Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Pepaya (Carica papaya L.) Yang Diperoleh dari Daerah Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali, Jurnal Ilmiah Kefarmasian, 12.
Saifuddin, A ,et al.2011. Standarisasi Bahan Obat Alam. Jogjakarta : Graha Ilmu.
Van Steenis, C. G. J., 2002, Flora untuk Sekolah di Indonesia. Diterjemahkan oleh Moeso Sarjowinoto, Edisi Ke 6. Prodni Paramita, Jakarta, 458.

Kamis, 19 Maret 2020

DAUN SIRIH SEBAGAI ANTIBAKTERI



Daun Sirih
Hay Teman-teman,, Selamat datang di blog ku Sebelumnya terimakasih sudah mampir di blog yang bermanfaat ini.. untuk pertama kalinya aku menulis artikel tentang Daun sirih sebagai antibakteri.
Kalian taukan daun sirih ini banyak digunakan untuk obat alternatif. Tujuan saya memperkenalkan daun sirih karena daun sirih banyak manfaatnya.😁😃😄

Sejak zaman dahulu masyarakat Indonesia mengenal dan memakai tanaman sebagai obat alternatif dalam upaya penanggulangan masalah kesehatan sebelum adanya pelayanan kesehatan secara formal atau rumah sakit yang menggunakan berbagai jenis obat modern. Pengetahuan tentang tanaman obat tradisional ini telah diwariskan dari nenek moyang sampai ke generasi saat ini. Pengobatan dan pendayagunaan obat tradisional ini merupakan salah satu program pelayanan kesehatan dasar dan sebagai pengobatan alternatif di bidang kesehatan. Salah satu jenis tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai tanaman obat adalah daun Sirih (Piper betle L). Daun sirih (Piper betle L) banyak digunakan sebagai bahan obat alternatif untuk mengobati berbagai jenis penyakit seperti obat pembersih mata, menghilangkan bau badan, mimisan, sariawan, pendarahan gusi, batuk, bronchitis, keputihan dan obat kulit sebagai perawatan untuk kecantikan atau kehalusan kulit.Rebusan daun sirih berkhasiat dapat menghilangkan bau mulut dengan cara dikumur-kumur karena mengandung antiseptik (antibakteri). Pemanfaatan rebusan dan ekstrak daun sirih sebagai bahan antibakteri alami mempunyai keuntungan. Hal ini dikarenakan tanaman tersebut memiliki senyawa alami yang lebih aman dibandingkan dengan penggunaan obat yang mengandung bahan sintetik.

Sirih yang dalam bahasa latin (ilmiah) disebut Piper betle, sejak dahulu telah dimanfaatkan oleh masyarakat terutama dengan mengunyah daun atau buahnya bersama gambir, pinang, dan kapur. Tanaman yang di Jawa disebut juga sebagai suruh atau Sedah sedangkan di Sunda kerap dinamai seureuh termasuk jenis tumbuhan merambat dan bersandar pada batang pohon lain. Tanaman sirih (Piper betle) panjangnya mampu mencapai puluhan meter. Bentuk daun sirih, pipih menyerupai jantung dan tangkainya agak panjang. Permukaan daun berwarna hijau dan licin, sedangkan batang pohonnya berwarna hijau agak kecoklatan dengan permukaan kulitnya yang kasar dan berkerut-kerut.

Buah sirih (Piper betle) merupakan buah buni yang berbentuk bulat berwarna hijau keabu-abuan. Akarnya tunggang, bulat dan berwarna coklat kekuningan. Tanaman sirih tumbuh tersebar diberbagai negara di kawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara. Selain di Indonesia sirih dijumpai tumbuh pula di India, Bangladesh, Sri Lanka, Thailand, Malaysia, Vietnam, Kamboja bahkan hingga ke Papua New Guinea.

Tanaman sirih (Piper betle) merupakan salah satu jenis obat-obatan dari alam yang dapat dijadikan alternatif sebagai antiseptik di samping aman (tidak ada efek samping). Jenis antiseptik ini juga mudah terdegradasi (terurai) murah dan mudah diperoleh serta mengandung senyawa eugenol, kavikol, allipyrokatekol dan kavibetol yang dapat berfungsi sebagai zat antiseptik (Oswald,1981).

Daun sirih  (Piper betle L) merupakan tanaman yang sangat banyak memiliki fungsi karena banyak sekali kegunaannya, antara lain digunakan untuk pengobatan berbagai macam penyakit diantaranya obat sakit gigi dan mulut, sariawan, abses rongga mulut, luka bekas cabut gigi, penghilang bau mulut, batuk dan serak, hidung berdarah, keputihan, wasir, tetes mata, gangguan lambung, gatal-gatal, kepala pusing, jantung berdebar dan trachoma (Syukur dan Hernani, 1999).

Daun sirih memiliki efek antibakteri terhadap Staphylococcus aureus (Mahendra, 2005) dan sebagai obat pembersih mata, menghilangkan bau badan, mimisan, sariawan, pendarahan gusi, batuk, bronchitis, dan keputihan. Air rebusan daun sirih dapat menghilangkan bau mulut dengan cara dikumur-kumur dan memperhalus kulit muka (Muhlisah,2010).
Berikut adalah jenis-jenis daun sirih.
1. Daun Sirih Merah






2. Daun Sirih Hijau (Ketumpang Air)




3. Daun Sirih Putih



4. Daun Sirih Bulu



5. Daun Sirih Kuning






6. Daun Sirih Silver








Daun sirih di Indonesia mempunyai nama yang berbeda – beda sesuai dengan nama daerahnya masing-masing, yaitu si ureuh (Sunda), sedah,suruh Jawa), sirih (Sampit), ranub (Aceh), cambia(Lampung), base seda (Bali) (Syamsuhidayat danHutapea, 1991).

Bagian tumbuhan ini yang banyak dimanfaatkan sebagai obat adalah bagian daun karena pada daun sirih mengandung minyak atsiri, fenil propana, estragol, kavicol, hidroksikavicol, kavibetol, caryophyllene, allylpyrokatekol, cyneole, cadinene, tanin, diastase, pati, terpennena, seskuiterpena, dan gula. Semua zat itu, menyebabkan sirih seperti ditakdirkan menjadi tanaman yang dapat menyehatkan manusia, karena kaya manfaat dan kegunaannya (imroatun,2012).


Sumber:
Referensi
Imroatun, 2012, kasiat daun sirih hijau, diakses pada hari rabu jam 09.00, daun sirih hijau.blogspot.com, bekasi.
Mahendra, B. 2005.13 Jenis Tanaman Obat Ampuh. Penebar Swadaya. Jakarta.
Muhlisah, F. 2010. Tanaman Obat Keluarga. Penebar Swadaya. Jakarta Terhadap Patogen Pangan. J. Teknol. Dan Industri Pangan, Vol. XXIII, No. 2, hlm. 217-220
Oswald, T.T 1981 Tumbuhan Obat. Penerbit Bahratara Karya Aksara. Jakarta.
Syamsuhidayat dan Hutapea, J.R., 1991, Inventaris Tanaman Obat Indonesia, 305-306, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan , Jakarata.
Syukur, C. dan Hernani. 1999. Budidaya Tanaman Obat Tradisional. PT.Penebar Swadaya, Jakarta.