DAUN PEPAYA SEBAGAI OBAT MALARIA
PENDAHULUAN
Tanaman obat sudah sejak zaman
dahulu dipergunakan untuk meningkatkan kesehatan, memulihkan kesehatan,
pencegahan penyakit dan penyembuhan untuk masyarakat Indonesia. Penggunaan obat
tradisional menjadi pilihan utama karena efek samping obat tradisional yang
relatif kecil jika digunakan secara tepat dan tanpa penyalah gunaan. Senyawa
kimia yang terkandung dalam tanaman obat tidak dapat dijamin kestabilannya.
Untuk itu perlu dilakukan standarisasi terkait efek farmakologi, toksisitas,
farmakokinetik zat berkhasiat, penetapan mutu dan keamanan bahan baku ekstrak
yang di gunakan di dalam penunjang kesehatan (Saifudin dkk., 2011).
Dalam pengobatan tradisional,
bagian-bagian tanaman papaya banyak yang digunakan. Pada masa pendudukan Jepang
dulu, ketika obat sukar diperoleh, penderita penyakit malaria selalu diobati
dengan minuman perasan daun papaya. Rasanya memang pahit, tetapi demamnya jadi
sembuh. Rasa pahit ini disebabkan oleh kandungan alkaloid carpain (C14H25NO2)
yang banyak terdapat pada daun muda. Alkaloid ini dapat menurunkan tekanan
darah dan membunuh amuba.
Obat herbal terstandar merupakan
obat bahan alam yang telah distandarisasi dan terbukti khasiatnya melalui uji
pra klinik. Daun pepaya merupakan salah satu tanaman yang belum menjadi obat
herbal terstandar, maka daun pepaya perlu ditetapkan standar mutu dan
keamanannya.
Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman daerah tropis. Bagian tanaman
ini yang sering digunakan sebagai obat tradisional adalah daunnya. Daun pepaya
terbukti mengandung flavonoid, alkaloid, triterpenoid, steroid, saponin dan
tannin (A’yun dan Ainun, 2015).
PEMBAHASAN
Daun
Pepaya (Carica papaya Linn)
Klasifikasi Kedudukan pepaya dalam
sistematik (taksonomi) tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub
Divisi : Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Cistales
Familia
: Caricaceae
Genus
: Carica
Spesies
: Carica papaya L. (Steenis, 2002)
Pepaya disebut juga gedang (sunda),
kates (Jawa), peute, betik, ralempaya, punti kayu (sumatra), pisang malaka,
bandas, manjan (kalimantan) ,kalujawa (kalimantan) serta kapalaya kaliki dan
uti jawa (Sulawesi). Selain nama daerah pepaya juga mempunyai nama asing yaitu
: papaw tree, papaya, papayer, melonenbaum, fan mu gua.
Pohon biasanya tidak bercabang,
batang bulat berongga, tidak berkayu, terdapat benjolan bekas tangkai daun yang
sudah rontok. Daun terkumpul di ujung batang, berbagi menjari. Buah berbentuk bulat hingga memanjang tergantung jenisnya,
buah muda berwarna hijau dan buah tua kekuningan atau jingga, berongga besar di
tengahnya; tangkai buah pendek. Biji berwarna hitam dan diselimuti lapisan
tipis.
Tanaman pepaya merupakan tanaman
semak berbentuk pohon dengan batang lurus, bulat silindris, di bagian atas
bercabang atau terkadang tidak, sebelah dalam batang berupa spons dan berongga,
di luar batang terdapat tanda bekas daun yang banyak, tinggi 2,5-10 meter.
Daun berjejal pada ujung batang dan
ujung cabang, tangkai daun bulat telur, bertulang dan jemari, berdaun menjari,
ujung runcing dan pangkal berbentuk jantung, garis tengah 25-75 cm, taju selalu
berlekuk menyirip tidak beraturan.
Bunga hampir selalu berkelamin satu
dan berumah dua, tetapi terkadang terdapat bunga berkelamin dua pada karangan
bunga yang jantan. Bunga jantan pada tandan yang serupa malai dan bertangkai panjang,
berkelopak sangat kecil,mahkota berbentuk terompet, putih kekuningan, dengan
tepi yang bertaju 5 dan tabung yang panjang, langsing, taju terputar dalam
kuncup, kepala sari bertangkai pendek dan dengan posisi duduk. Bunga betina kebanyakan
berdiri sendiri, daun mahkota lepas atau hampir lepas, berwarna putih
kekuningan, bakal buah beruang satu, kepala putik 5, posisi duduk. Buah bulat telur memanjang atau
lonjong, berdaging dan berisi cairan, bii banyak, dibungkus oleh selaput yang
berisi cairan, di dalamnya berduri tempel (Steenis, 2002).
Pada umumnya semua bagian dari tanaman
pepaya (Carica papaya L.) dapat
dimanfaatkan. Daun pepaya mengandung senyawa seperti flavonoid, alkaloid,
saponin dan tannin (Mahatriny dkk., 2014).
Daun pepaya mengandung enzim papain,
alkaloid karpain, pseudo karpain, glikosida, karposid, dan saponin. Buah mengandung
beta karoten, pektin, 5 d-galaktosa, I-arabinosa, papain, kemopapain, lisosim,
lipase, glutamine, siklotransferase.
Daun, akar, dan kulit batang Carica papaya mengandung alkaloid,
saponin dan flavonoid, disamping itu daun dan akar juga mengandung polifenol
dan bijinya mengandung saponin. Polifenol dan flavonoid
merupakan golongan fenol yang telah diketahui memiliki aktivitas antiseptik. Senyawa
flavonoid menurut strukturnya merupakan turunan senyawa flavon golongan flavonoid
dapat digambarkan sebagai deretan C6 – C3 – C6 (cincin benzene tersubstitusi)
disambung oleh rantai alifatik 3 karbon,
senyawa ini merupakan senyawa flavonoid larut dalam air serta dapat diekskresikan
menggunakan etanol 70%.
Daun pepaya berguna untuk obat panas
yang memiliki khasiat menurunkan panas, obat malaria, menambah nafsu makan,
meluruhkan haid dan menghilangkan sakit. Juga berguna untuk penyembuhan luka
bakar. Selain itu dapat juga sebagai obat cacing kremi, desentri amoba, kaki
gajah (elephantois), kejengkolan, perut mulas, kanker dan masuk angin.
Daun pepaya merupakan salah satu
tumbuhan yang sering digunakan untuk pengobatan bagi masyarakat. Daun pepaya
telah lama dipergunakan oleh kelompok masyarakat untuk pengobatan, sepertiobat sakit
malaria, penambah nafsu makan, obat cacing, obat batu ginjal, meluruhkan haid
dan menghilangkan rasa sakit atau analgesik (Dalimarta dan Hembing, 1994).
Alkaloid karpain merupakan senyawa
alkaloid khas yang dihasilkan oleh tanaman pepaya. Alkaloid karpain bersifat
toksik terhadap mikroba, sehingga efektif membunuh bakteri dan virus, bersifat detoksifikasi
yang mampu menetralisir racun dalam tubuh, serta mampu meningkatkan daya tahan
tubuh (Haryani dkk., 2012).
Cara
penggunaan daun papaya sebagai obat malaria :
•
Ambil daun pepaya sebanyak 2 lembar, kemudian dicuci bersih dengan air (dingin normal,
jangan gunakan air panas karena akan mengurangi khasiatnya).
•
Daun pepaya yang masih mentah dan segar ditumbuk sampai halus (daun pepaya
jangan direbus atau disiram air panas agar kandungan khasiat alaminya tetap
terjaga).
•
Bumbuk halus daun pepaya, diperas sambil disaring (2 daun pepaya menghasilkan
kira-kira 2 sendok teh).
•
Air hasil saringan tumbukan daun pepaya ini diminumkan kepada pasien setiap
hari (sampai kondisinya benar-benar pulih).
•
Cukup hanya dengan 2 (dua) lembar daun pepaya untuk setiap harinya atau dua sendok
teh tiap hari.
PENUTUP
Kesimplan
Dalam daun papaya terkandung zat
berkhasiat yang dapat digunakan sebagai obat malaria yaitu alkaloid carpain
(C14H25NO2). Penggunaan daun papaya sebagai obat malaria lebih murah dan lebih aman
karena tidak menimbulkan efek samping. Pengolahan daun papaya menjadi obat
malaria tidak membutuhkan proses yang rumit karena cukup direbus dan diambil
air rebusan lalu diminum.
Saran
Sebaiknya ekstrak dari daun papaya
yang berfungsi sebagai obat malaria diolah secara teknologi sehingga memudahkan
dalam penggunaanya. Sebaiknya manfaat dari daun papaya lebih disosialisasikian
kepada masyarakat agar jumlah penderita malaria dapat ditekan atau dikurangi.
DAFTAR PUSTAKA
A’yun, Q., Ainun N., L., 2015, Analisis Fitokimia Daun Pepaya (Carica
papaya L.) Di Balai Penelitian
Tanaman Aneka Kacang dan Umbi, Kendalpayak, Malang, Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, 137.
Dalimarta, S. dan Hembing, W., 1994, Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia, jilid
ke-3, Pustaka Kartini, Jakarta.
Haryani, F. L., Maulina, dan Haqoiroh.
2012. Mengenal lebih dekat alat pengering
Freeze Dryer. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Mahatriny, N. N., Payani, N. P. S., Oka,
I. B. M., & Astuti, K. W., 2014, Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Daun
Pepaya (Carica papaya L.) Yang Diperoleh dari Daerah Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali, Jurnal Ilmiah Kefarmasian, 12.
Saifuddin,
A ,et al.2011. Standarisasi Bahan Obat
Alam. Jogjakarta : Graha Ilmu.
Van Steenis, C. G. J., 2002, Flora untuk Sekolah di Indonesia.
Diterjemahkan oleh Moeso Sarjowinoto, Edisi Ke 6. Prodni Paramita, Jakarta,
458.